TATA CARA PERNIKAHAN ADAT BATAK
Pada dasarnya, Adat Perkawinan Adat Batak, mengandung nilai sakral.
Dikatakan sakral karena dalam pemahaman perkawinan adat Batak, bermakna
pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan)
karena ia “berkorban” memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu
anak perempuannya kepada orang lain pihak paranak... (pihak penganten
pria) , yang menjadi besarnya nanti, sehingga pihak pria juga harus
menghargainya dengan mengorbankan/ mempersembahkan satu nyawa juga
yaitu menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau), yang kemudian
menjadi santapan (makanan adat) dalam ulaon unjuk/ adat perkawinan itu.
Sebagai bukti bahwa santapan /makanan adat itu adalah hewan yang
utuh, pihak pria harus menyerahkan bagian-bagian tertentu hewan itu
(kepala, leher, rusuk melingkar, pangkal paha, bagian bokong dengan
ekornya masih melekat, hatu, jantung dll) . Bagian-bagian tersebut
disebut tudu-tudu sipanganon (tanda makanan adat) yang menjadi jambar
yang nanti dibagi-bagikan kepada para pihak yang berhak, sebagai tanda
penghormatan atau legitimasi sesuai fungsi-fungsi (tatanan adat)
keberadaan/kehadira n mereka didalam acara adat tersebut, yang disebut
parjuhut.
Sebelum misi/zending datang dan orang Batak masih menganut agama
tradisi lama, lembu atau kerbau yang dipotong ini ( waktu itu belum ada
pinahan lobu) tidak sembarang harus yang rerbaik dan dipilih oleh datu.
Barangkali ini menggambarkan hewan yang dipersembahkan itu adalah hewan
pilihan sebagai tanda/simbol penghargaan atas pengorbanan pihak
perempuan tersebut. Cara memotongnya juga tidak sembarangan, harus
sekali potong/sekali sayat leher sapi/kerbau dan disakasikan parboru
(biasanya borunya) jika pemotongan dilakukan ditempat paranak
(ditaruhon jual). Kalau pemotongan ditempat parboru (dialap jual) ,
paranak sendiri yang menggiring lembu/kerbau itu hidup-hidup ketempat
parboru. Daging hewan inilah yang menjadi makanan pokok “ parjuhut”
dalam acara adat perkawinan (unjuk itu). Baik acara adat diadakan di
tempat paranak atau parboru, makanan/juhut itu tetap paranak yang
membawa /mempersembahkan.
Kalau makanan tanpa namargoar bukan makanan adat tetapi makanan
rambingan biar bagaimanpun enak dan banyaknya jenis makananannya itu.
Sebaliknya “namargoar/tudu- tudu sipanagnaon” tanpa “juhutnya” bukan
namrgoar tetapi “namargoar rambingan” yang dibeli dari pasar. Kalau hal
ini terjadi di tempat paranak bermakna “paranak” telah melecehkan
parboru, dana kalau ditempat parboru (dialap jula) parboru sendiri yang
melecehkan dirinya sendiri. Dari pengamatan hal seperti ini sudah
terjadi dua kali di suatu kota, yang menunjukkan betapa tidak dipahami
nilai luhur adat itu.
Anggapan acara adat Batak rumit dan bertele-tele adalah keliru,
sepanjang ia diselenggarakan sesuai pemahamn dan nilai luhur adat itu
sendiri. Ia menajdi rumit dan bertele-tele karena diselenggrakan sesuai
pamaham atau seleranya.
Urutan Kegiatan
Gambar Nama-nama Bagian Hewan Sapi/Kerbau (Tanda makanan Adat)
Bagian I Pra Nikah
Yang dimaksud dengan pra nikah disini adalah proses yang terjadi sebelum acara adat pernikahan.
A. Perekenalan dan bertunangan
Pernikahan tidak selalu dengan proses ini, khususnya ketika masih masanya Siti Nurbaya.
B. Patua Hata
Terjemahannya menyampaikan secara resmi kepada orang tua perempuan
hubungan muda mudi dan akan dilanjutkan ke tingkat perkawinan. Dengan
bahasa umum, melamar secara resmi.
C. Marhori-hori dinding
Membicarakan secara tidak resmi oleh utusan kedua belah pihak menyangkut rencana pernikahan tersebut.
D. Marhusip
Arti harafiahnya adalah berbisik. Maksudnya kelanjutan pembicaraan
angka III tetapi sudah oleh utusan resmi, bahkan ada kalanya sudah oleh
kedua pihak langsung.
E. Pudun Saut
Parajahaon/ Pengesahan kesepakatan di Marhusip di tonga managajana
acara yang dihadiri dalihan na tolu dan suhi ampang na opat
masing-masing pihak. Disini pihak Paranak/Pria sudah membawa makanan
adat/makanan namargoar.
Catatan: Aslinya dikatakan “Marhata Sinamot” dimana pembicaraan langsung tanpa didahului marhusip.
Yang pokok dibicarakan dalam acara adat Pudun Saut anatara lain adalah:
1. Sinamot
2. Ulos
3. Parjuhut dan Jambar
4. Alap Jual atau Taruhon Jual)
5. Jumlah undananga
6. Tanggal dan tempat pemberkatan
7. Tatacara ( ulaon unjuk )
(Selengkapnya lihat dalam Pedoman Pudun Saut)
Bagian II Unjuk Atau Acara Adat Pernikahan
Acara ini diselenggarakan setelah acara pernikahan secara agama sesuai yang diatur dalam UU untuk itu.
A Beberapa Pengertian Pokok Dalam Adat Perkawinan
1. Suhut , kedua pihak yang punya hajatan
2. Parboru, orang tua pengenten perempuan=Bona ni hasuhuton
3. Paranak, orang tua pengenten Pria= Suhut Bolon
4. Suhut Bolahan amak : Suhut yang menjadi tuan rumah dimana acara adat di selenggarakan
5. Suhut naniambangan, suhut yang datang
6. Hula-hula, saudara laki-laki dari isteri masing-masing suhut
7. Dongan Tubu, semua saudara laki masing-masing suhut ( Raja Manurung dan Raja Panjaitan )
8. Boru, semua yang isterinya semarga dengan marga kedua suhut ( boru Manurung dan boru Panjaitan )
9. Dongan sahuta, arti harafiah “teman sekampung” semua yang tinggal
dalam huta/kampung komunitas (daerah tertentu) yang sama
paradaton/solupnya
10. Ale-ale, sahabat yang diundang bukan berdasarkan garis persaudaraan (kekerabatan atau silsilah)
11. Uduran, rombongan masing-masing suhut, maupun rombongan masing-masing hula-hulanya
12. Raja Parhata (RP), Protokol (PR) atau Juru Bicara (JB) masing-masing suhut, juru bicara yang ditetapkan masing-masing pihak.
13. Namargoar, Tanda Makanan Adat , bagian-bagian tubuh hewan yang
dipotong yang menandakan makanan adat itu adalah dari satu hewan
(lembu/kerbau) yang utuh, yang nantinya dibagikan
14. Jambar, namargoar yang dibagikan kepada yang berhak, sebagai legitimasi dan fungsi keberadaannya dalan acara adat itu
15. Dalihan Na Tolu (DNT), terjemahan harafiah”Tungku Nan Tiga” satu sistim kekerabatan dan way of life masyarakat Adat Batak
16. Solup, takaran beras dari bambu yang dipakai sebagai analogi
paradaton, yang bermakna dihuta imana acara adat batak diadakan
solup/paradaton dari huta itulah yang dipakai sebagai rujukan, atau
disebut dengan hukum tradisi “sidapot solup do na ro
B Prosesi Masuk Tempat Acara Adat (Contoh Acara di Tempat Perempuan)
Raja Parhata/Protokol Pihak Perempuan (PRW), Raja Parhata/Protokol
Pihak Laki-laki (PRP), Suhut Pihak Wanita (SW), dan Suhut Pihak Pria
(SP).
I. PRW meminta semua dongan tubu/semaraganya bersiap untuk menyambut dan menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang.
II. PRW memberi tahu kepada Hula-hula, bahwa SP sudah siap menyambut dan menerima kedatangan Hula-hula.
III. Setelah hula-hula mengatakan mereka sudah siap untuk masuk, PRW
mempersilakan masuk dengan menyebut satu persatu, hula-hula dan
tulangnya secara berurutan sesuai urutan rombongan masuk nanti: dimulai
dari Hula-hula.
1.Hula-hula, ……
2.Tulang, …….
3.Bona Tulang, …..
4.Tulang Rorobot, …..
5.Bonaniari, ……
6.Hula-hula namarhahamaranggi: a…, b…., c…., dst
7.Hula-hula anak manjae, ….. ,
dengan permintaan agar mereka bersam-sama masuk dan menyerahkan
pengaturan selanjutnya kepada hula-hula Yang pertama di panggil/
dijouhon
IV. PR Hulahula, menyampaikan kepada rombongan hula-hula dan tulang
yang sudah disebutkan PRW pada III , bahwa SW sudah siap menerima
kedatangan rombongan hula-hula dan tulang dengan permintaan agar uduran
Hula-hula dan Tulang memasuki tempat acara , secara bersama-sama. Untuk
itu diatur urut-urutan uduran (rombongan) hula-hula dan tulang yang
akan memasuki ruangan. Uduran yang pertama adalah Hula-hula,……, diikuti
TULANG …….sesuai urut-urutan yang disebut kan PR W pada III.
V. Menerima Kedatangan Suhut Paranak (SP)
Setelah seluruh rombongan hula-hula dan tulang dari SW duduk (acara IV), rombongan Paranak/SP dipersilakan memasuki ruangan.
1. PRW, memberitahu bahwa tempat untuk SP dan uduran/rombongannya
sudah disediakan dan SW sudah siap menerima kedatangan mereka beserta
Hula-hula , Tulang SP dan uduran/rombongannya.
2. PRP menyampaikan kepada dongan tubu Batubara, bahwa sudah ada permintaan dari Tobing agar mereka memasuki ruangan.
Kepada hula-hula dan tulang (disebutkan satu persatu) yaitu:
1. Hula-hula, ….
2. Tulang, …..
3. Bona Tulang, ….
4. Tulang Rorobot, …..
5. Bonaniari , …..
6. Hula-hula namarhaha-maranggi: a…, b…., c…., dst
7. Hula-hula anak manjae…..
PRP memohon, sesuai permintaan hula-hula SW agar mereka masuk
bersama-sama dengan SP. Untuk itu tatacara dan urutan memasuki ruangan
diatur, pertama adalah Uduran/rombongan SP dan Borunya, disusul
Hula-hula….., Tulang…..dan seterusnya sesuai urut-urutan yang telah
dibacPanjaitan(Dibacakan sekali lagi kalau sudah mulai masuk).
C Menyerahkan Tanda Makanan Adat
(Tudu-tudu Ni Sipanaganon)
Tanda makanan adat yang pokok adalah: kepala utuh, leher
(tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba) , pangkal paha (soit),
punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung ditempatkan dalam
baskom/ember besar. Letak tanda makanan adat itu dalam tubuh hewan
dapat dilihat dalam gambar.
Gambar Nama Jambar/Tanda Makanan Adat
(Bagin Tubuh Hewan Lembu atau Kerbau)
Tanda makanan adat diserahkan SP beserta Isteri didampingi saudara
yang lain dipandu PRP, diserahkan kepada SW dengan bahasa adat, yang
intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun makanan
yang dibawa itu sedikit/ala kadarnya semoga ia tetap membawa manfaat
dan berkat jasmani dan rohani hula-hula SW dan semua yang menyantap
nya, sambil menyebut bahasa adat : Sitiktikma si gompa, golang golang
pangarahutna, tung so sadia (otik) pe naung pinatupa i, sai godangma
pinasuna.
D Menyerahkan Dengke/Ikan Oleh SW
Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis “ihan” atau ikan Batak,
sejenis ikan yang hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian
hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup
di air yang jernih (tio) dan kalau berenang/berjalan selalu beriringan
(mudur-udur) , karena itu disebut ; dengke sitio-tio, dengke si
mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan selalu beriringan/berjalan
beriringan bersama).
Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya
yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot
pangomoan).
Tetapi sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas
sudah biasa digunakan. Ikan Masa ini dimasak khasa Batak yang disebut
“naniarsik” ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai
airnya berkurang pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam
daging ikan itu.
E Makan Bersama
Sebelum bersantap makan, terlebih dahulu berdoa dari suhut Pria (SP)
, karena pada dasarnya SP yang membawa makanan itu walaupun acara
adatnya di tempat SW.
Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan
adat) dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat:
Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna
Tung, sosadiape napinatupa on, sai godangma pinasuna.
Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan
(Batubara), dengan mengatakan walaupun makanan yang dihidangkan tidak
seberapa (pada hal hewan yang diptong yang menjadi santapan adalah
hewan lembu atau kerbau yang utuh), tetapi mengharapkan agar semua
dapat menikmatinya serta membawa berkat. Kemudian PRP mempersilakan
bersantap.
F Membagi Jambar/Tanda Makanan Adat
Biasanya sebelum jambar dibagi, terlebih dahulu dirundingkan
bagian-bagian mana yang diberikan SW kepada SP. Tetapi, yang dianut
dalam acara adat yaitu Solup Batam, yang disebut dengan “JAMBAR
MANGIHUT”dimana jambar sudah dibicarakan sebelumnya dan dalam acara
adatnya (unjuk) SW tinggal memberikan bagian jambar untuk SP sebagai
ulu ni dengke mulak. Selanjutnya masing masing suhut membagikannya
kepada masing-masing fungsi dari pihaknya masing-masing saat makan
sampai selesai dibagikan.
G Manajalo Tumpak (Sumbangan Tanda Kasih)
Arti harafiah tumpak adalah sumbangan bentuk uang, tetapi melihat
keberadaan masing-masing dalam acara adat mungkin istilah yang lebih
tepat adalah tanda kasih. Yang memberikan tumpak adalah undangan SUHUT
PRIA, yang diantarkan ketempat SUHUT duduk dengan memasukkannya dalam
baskom yang disediakan/ ditempatkan dihadapan SUHUT, sambil menyalami
pengenten dan SUHUT.
Setelah selesai santap makan, PRP meminta ijin kepada PRW agar
mereke diberi waktu untuk menerima para undangan mereka untuk
mengantarkan tumpak (tanda kasih).
Setelah PRW mempersilakan, PRP menyampai kan kepada dongan tubu,
boru/bere dan undangannya bahwa SP sudah siap menerima kedatangan
mereka untuk mengantar tumpak.
Setelah selesai PRP mengucapkan terima kasih atas pemberian tanda kasih dari para undangannya.
H Acara Percakapan Adat
I. Mempersiapkan Percakapan:
1. RPW menanyakan Batubara apakah sudah siap memulai percakapan, yang dijawab oleh SP, mereka sudah siap.
2. Masing-masing PRW dan PRP menyampaikan kepada pihaknya dan
hula-hula serta tulangnya bahwa percakapan adat akan dimulai, dan
memohon kepada hula-hulanya agar berkenan memberi nasehat kepada mereka
dalam percakapan adat nanti.
II. Memulai Percakapan (Pinggan Panungkunan)
Pinggan Panungkunan, adalah piring yang didalamnya ada beras, sirih,
sepotong daging (tanggo-tanggo) dan uang 4 lembar. Piring dengan isinya
ini adalah sarana dan simbol untuk memulai percakapan adat.
1. PRP meminta seorang borunya mengantar Pinggan Panungkunan itu kepada PRW.
2. PRW, menyampaikan telah menerima Pinggan Panungkunan dengan
menjelaskan apa arti semua isi yang ada dalam beras itu. Kemudian PRW
mengambil 3 lembar uang itu, dan kemudian meminta salah seorang borunya
untuk mengantar piring itu kembali kepada PRP.
3. PRW membuka percakapan dengan memulainya dengan penjelasan makna
dari tiap isi pinggan panungkunan (beras, sirih, daging dan uang),
kemudian menanyakan kepada Batubara makna tanda dan makanan adat yang
sudah dibawa dan dihidangkan oleh pihak Batubara.
4. Akhir dari pembukaan percakapan ini, keluarga Manurung mengatakan
bahwa makanan dan minuman pertanda pengucapan syukur karena berada
dalam keadaan sehat, dan tujuannya adalah menyerahkan kekurangan
sinamot , dilanjutkan adat yang terkait dengan pernikahan anak mereka.
III. Penyerahan Panggohi/Kekurangan Sinamot
1. Dalam percakapan selanjutnya, setelah PRW meminta PRP menguraikan
apa/berapa yang mau mereka serahkan , PRP memberi tahukan kekurangan
sinamot yang akan mereka serahkan adalah sebsar Rp…Juta, menggenapi
seluruh sinamot Rp….Juta. (Pada waktu acara Pudun Saut, Manurung sudah
menyerahkan Rp 15 juta sebagai bohi sinamot (mendahulukan sebagian
penyerahan sinamot di acara adat na gok).
2. Sebelum PR Panjaitan mengiakan lebih dulu RP= RAJA PARHATA meminta nasehat dari Hula-hula dan pendapat dari boru Panjaitan.
3. Sesudah diiakan oleh PR Panjaitan, selanjutnya penyerahan kekurangan sinamot kepada suhut oleh Manurung.
IV. Penyerahan Panandaion
Tujuan acara ini memperkenalkan keluarga pihak perempuan agar
keluarga pihak pria mengenal siapa saja kerabat pihak perempuan sambil
memberikan uang kepada yang bersangkutan.
Secara simbolis, yang diberikan langsung hanya kepada 4 orang saja,
yang disebut dengan patodoan atau “suhi ampang na opat” ( 4 kaki
dudukan/pemikul bakul) yang merupakan symbol pilar jadinya acara adat
itu. Dengan demikian biarpun hanya yang empat itu yang dikenal/menerima
langsung, sudah mewakili menerima semuanya. (Mungkin dapat dianalogikan
dengan pemberian tanda penghargaan massal kepada pegawai PNS yang
diwakili 4 orang, masing-masing 1 orang dari tiap golongan I sampai
golongan IV).
Kepada yang lain diberikan dalam satu envelope saja yang nanti akan
dibagikan Panjaitan kepada yangdituju V. Penyerahan Tintin Marangkup
Diberikan kepada tulang /paman penganten pria (saudara laki ibu
penganten pria). Yang menyerahkan adalah orang tua penganten perempuan
berupa uang dari bagian sinamot itu.
Secara tradisi penganten pria mengambil boru tulangnya untuk isterinya, sehingga yang menerima sinamot seharusnya tulangnya.
Dengan diterimanya sebagian sinamot itu oleh Tulang Pengenten Pria
yang disebut titin marangkup, maka Tulang Pria mengaku penganten
wanita, isteri ponakannya ini, sudah dianggapnya sebagai boru/putrinya
sendiri walaupun itu boru dari marga lain.
VI. Penyerahan/Pemberian Ulos oleh Pihak Perempuan
Dalam Adat Batak tradisi lama atau religi lama, ulos merupakan
sarana penting bagi hula-hula, untuk menyatakan atau menyalurkan sahala
atau berkatnya kepada borunya, disamping ikan, beras dan kata-kata
berkat. Pada waktu pembuatannya ulos dianggap sudah mempunyai “kuasa”.
Karena itu, pemberian ulos, baik yang memberi maupun yang menerimanya
tidak sembarang orang , harus mempunyai alur tertentu, antara lain
adalah dari Hula-hula kepada borunya, orang tua kepada anank-anaknya.
Dengan pemahaman iman yang dianut sekarang, ulos tidak mempunyai nilai
magis lagi sehingga ia sebagai simbol dalam pelaksaan acara adat.
Ujung dari ulos selalu banyak rambunya sehingga disebut “ulos
siganjang/sigodang rambu”(Rambu, benang di ujung ulos yang dibiarkan
terurai).
Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut:
Ulos Namarhadohoan
Keterangan Yang Menerima:
A Kepada Paranak 1. Pasamot/Pansamot Orang tua pengenten pria 2. Hela Pengenten
B Partodoan/Suhi Ampang Naopat 1. Pamarai Kakak/Adek dari ayah
pengenten pria 2. Simanggokkon Kakak/Adek dari pengenten pria 3.
Namborunya Saudra perempuan dari ayah pengenten pria 4. Sihunti Ampang
Kakak/Adek perempuan dari pengenten pria
Ulos Kepada Pengenten
Keterangan Yang Mangulosi:
A Dari Parboru/Partodoan 1. Pamarai 1 lembar, wajib Kakak/Adek dari
ayah pengenten wanita 2. Simandokkon Kakak/Adek laki-laki dari
pengenten wanita 3. Namborunya (Parorot) Iboto dari ayah pengenten
wanita 4. Pariban Kakak/Adek dari pengenten wanita
B Hula-hula dan Tulang Parboru 1. Hula-hula 1 lembar, wajib 2.
Tulang 1 lembar, wajib 3. Bona Tulang 1 lembar, wajib 4. Tulang Rorobot
1 lembar, tidak wajib
C Hula-hula dan Tulang Paranak
1. Hula-hula 1 lembar, wajib 2. Tulang 1 lembar, wajib 3. Bona Tulang 1 lembar, wajib 4. Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib
Catatan:
1. Hula-hula namarhahamaranggi dohot hula-hula anak manjae ndang
ingkon ulos tanda holong nasida boi ma nian bentuk hepeng, songon na
pinatorang. Songoni angka na asing na marholong ni roha.
2. Keruwetan yang terjadi karena undangan pihak permpuan merasa
uloslah yang mejadi tanda holong/tanda kasih sehingga harus mengulosi,
pada hal sesuai pemahamn pemebri ulos yang tidak sembarangan, ulos yang
diberikan itu artinya sam dengan kado/tanda kasih bentuk lain baik
barang atau uang, tidak ada nilai adat/sakralnya lagi.
VII. Mangujungi Ulaon (Menyimpulkan Acara Adat)
1. Manggabei (kata-kata doa dan restu) dari pihak SW
Berupa kata-kata pengucapan syukur kepada Tuhan bahwa acara adat sudah terselenggara dengan baik:
a. Ucapan terima kasih kepada dongan tubu dan hula-hulanya
b. Permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru diberkati
demikian juga orang tua pengenten dan saudara Batubara yang lainnya
2. Mangampu (ucapan terima kasih) dari pihak SP
Ucapan terima kasih kepada semua pihak baik kepada hula-hula SW maupun kepada SP atas terselenggaranya acara adat nagok ini.
Catatan:
Dalam marhata gabe-gabe dan mangampu, RP masing-masing biasanya
memberi kesempatan kepada Hula-hula dan boru/ber masing-masing turut
menyampaikan beberapa kata sesuai fungsinya baru SUHUT sebagai penutup.
Disini tidak pada tempatnya memberi nasehat kepada pengenten panjang
lebar, tetapi senentiasa permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang
baru itu menjadi rumahtangga yang diberkati.
3. Mangolopkon (Mengamenkan) oleh Tua-tua/yang dituakan di Kampung itu
Kedua suhut Manurung dan Panjaitan, menyediakan piring yang diisi
beras dan uang ( biasanya ratusan lembar pecahan Rp1.000 yang baru)
kemudian diserahkan kepada Raja Huta yang mau mangolopkon Raja Huta
berdiri sambil mengangkat piring yang berisi beras dan uang olop-olop
itu. Dengan terlebih dahulu menyampaikan kata-kata ucapan Puji Syukur
kepada Tuhan Karen kasih-Nya cara adat rampung dalam suasan dami
(sonang so haribo-riboan) serta restu dan harapan kemudian diahiri,
dengan mengucapkan : olop olop, olop olop, olop olop sambil menabur kan
beras keatas dan kemudian membagikan uang olop-olop itu.
4. Ditutup dengan doa / ucapan syukur
Akhirnya acara adat ditutup dengan doa oleh Hamba Tuhan. Sesudah amin, sama-sama mengucapkan: horas ! horas ! horas !
5. Bersalaman untuk pulang, suhut na niambangan Manurung menyalami Suhut Tobing
Bagian III Paska Pernikahan
Ada tradisi lama (tidak semua melakukannya) setelah acara adat nagok
, ada lagi acara yang disebut paulak une/mebat dan maningkir tangga.
Acara ini dilakukan setelah penganten menjalani kehidupan sebagai
suami isteri biasanya sesudah 7-14 hari (sesudah robo-roboan) yang
sebenarnya tidak wajib lagi dan tidak ada kaitannya dengan acara
keabsahan perkawinan adat na gok. Acara dimaksud adalah:
I. Paulak Une
Suami isteri dan utusan pihak pria dengan muda mudi (panaruhon)
mengunjungi rumah mertu/orang tuanya dengan membawa lampet ( lampet
dari tepung beras dibungkus 2 daun bersilang). Menurut tradisi jika
pihak pria tidak berkenan dengan pernikahan itu (karena perilaku) atau
sang wanita bukan boru ni raja lagi, si perempuan bisa ditinggalkan di
rumah orang tua perempuan itu.
II. Maningkir Tangga. (Arti harafiah “Menilik Tangga”)
Pihak orang tua perempuan menjenguk rumah (tangga anaknya) yang biasanya masih satu rumah dengan orang tuanya.
Catatan:
Sekarang ini ada yang melaksanakan acara paulak une dan maningkir
tangga langsung setelah acara adat ditempat acara adat dilakukan, yang
mereka namakan “Ulaon Sadari” . Acara ini sangat keliru, karena
disamping tidak ada maknanya seperti dijelaskan diatas, tetapi juga
menambah waktu dan biaya ( ikan & lampet dan makanan namargoar) dan
terkesan main-main / melecehkan makna adat itu.
Karena itu diharapkan acara seperti ini jangan diadakan lagi dengan alasan:
1. Dari pemahaman iman, rumah tangga yang sudah diberkati tidak bisa
bercerai lagi dengan alasan yang disebut dalam pengertian Paulak Une,
dan pemahaman adat itu dilakukan setelah penganten mengalami kehidupan
sebagai suami isteri.
2. Terkesan main-main, hanya tukar menukar tandok berisi makananan ,
sementara tempat Paulak Une dan Maningkir Tangga yang seharusnya di
rumah kedua belah pihak. Artinya saling mengunjungi rumah satu sama
lain, diadakan di gedung pertemuan , pura-pura saling mengunjungi, yang
tidak sesuai dengan makna dan arti paulak une dan maningkir tangga itu.
3. Menghemat waktu dan biaya, tidak perlu lagi harus menyediakan
makanan namargoar (paranak) dan dengke dengan lampetnya (parboru).
4. Acara itu tidak harus diadakan dan tidak ada hubungannya dengan keabsahan acara adat nagok perkawinan saat ini.
5. Acara Paulak Une dan Maningkir Tangga diadakan atau tidak,
diserahkan saja kepada kedua SUHUT karena acara ini adalah acara
pribadi mereka, biarlah merek mengatur sendiri kapan mereka saling
mengunjungi rumah.
#mohon dikoreksi apabila ada kesalaha..Mauliate!Horas..
untuk langsung membuat komentarnya ....
horas horas horas....