Rabu, 01 Februari 2012

Belajar jadi orang batak yang baik

Sering kita berpikiran bahwa Umpasa sama dengan  Umpama, padahal sesungguhnya terdapat perbedaa pada keduanya.
Umpasa mempunyai sampiran atau kurang lebih sama dengan pantun di sastra lama Indonesia. Sampiran ini hanya sebagai pendukung persajakan, sedangkan untuk mengetahui maksud yang terkandung di umpasa kita cari di baris kedua (Isi ).
Umpama kurang lebih sama dengan peribahasa, tidak mempunyai sampiran.

Selain Umpasa dan Umpama, dalam masyarakat Batak terdapat juga Falsafah Batak. Sepintas kelihatannya ada persamaan, dan umumnya falsafah  adalah pengalaman hidup orang tua jaman dahulu yang menjadi pegangan dan teladan yang baik untuk dicontoh.

Berikut mari kita lihat contoh sekaligus persamaan dan perbedaan Umpasa, Umpama dan Falsafah yang ada dalam tatanan masyarakat Batak.

Contoh Umpasa :

Jolo tiniptip sanggar bahen huruhuruan. (sampiran)
Jolo sinungkun marga asa binoto partuturan. (isi/makna)
artinya : Tanya dulu marga agar tahu hubungan kekerabatan.


Ramba na poso na tubuan lata. (sampiran)
Halak Naposo na so umboto hata. (isi/makna)
artinya : Orang yang masih muda masih kurang kemampuan bicara.

Sipigo ambaroba rara hulinghulingna. (sampiran)
na uli do na roa molo saor pangkulina (isi/makna)
artinya : orang jelek adalah menjadi cantik bila kata-kata yang diucapkan
nya berterima di lingkungannya, dalam arti pandai bergaul.

Contoh Umpama :


Binuang-binuang ganda, hinolot-hinolit mago.
(artinya : seseorang yang suka memberi akan murah rezekinya sebaliknya, sedangkan orang pelit akan seret rezekinya.)


Hansit do tangan mandunggurhon na so ada.
(artinya : perasaan  tidak enak karena tidak mampu memberi atau membantu
seseorang karena memang tidak ada yang akan diberi.)



Marsitijur dompak langit, madabu tu ampuan.
(artinya : menjelekkan keluarga sendiri, tanpa disadari efek negatifnya adalah kepada diri sendiri).

Contoh Falsafah Batak :


Sungkunon poda natuatua, sungkunon gogo na umposo.
(artinya : masing-masing punya keahlian dan bertanggung jawab sendiri )

Pitu batu martindi sada do sitaon nadokdok.
(artinya : Percaya diri dan jangan terlalu  berharap kepada teman)

Dijolo raja sieahan, dipudi raja sipaimaon.
(artinya : tahu diri dan hormat kepada yang lebih tinggi / orang tua)

Tata - tata cara adat batak toba

TATA CARA PERNIKAHAN ADAT BATAK

Pada dasarnya, Adat Perkawinan Adat Batak, mengandung nilai sakral. Dikatakan sakral karena dalam pemahaman perkawinan adat Batak, bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan)

karena ia “berkorban” memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain pihak paranak... (pihak penganten pria) , yang menjadi besarnya nanti, sehingga pihak pria juga harus menghargainya dengan mengorbankan/ mempersembahkan satu nyawa juga yaitu menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau), yang kemudian menjadi santapan (makanan adat) dalam ulaon unjuk/ adat perkawinan itu.


Sebagai bukti bahwa santapan /makanan adat itu adalah hewan yang utuh, pihak pria harus menyerahkan bagian-bagian tertentu hewan itu (kepala, leher, rusuk melingkar, pangkal paha, bagian bokong dengan ekornya masih melekat, hatu, jantung dll) . Bagian-bagian tersebut disebut tudu-tudu sipanganon (tanda makanan adat) yang menjadi jambar yang nanti dibagi-bagikan kepada para pihak yang berhak, sebagai tanda penghormatan atau legitimasi sesuai fungsi-fungsi (tatanan adat) keberadaan/kehadira n mereka didalam acara adat tersebut, yang disebut parjuhut.


Sebelum misi/zending datang dan orang Batak masih menganut agama tradisi lama, lembu atau kerbau yang dipotong ini ( waktu itu belum ada pinahan lobu) tidak sembarang harus yang rerbaik dan dipilih oleh datu. Barangkali ini menggambarkan hewan yang dipersembahkan itu adalah hewan pilihan sebagai tanda/simbol penghargaan atas pengorbanan pihak perempuan tersebut. Cara memotongnya juga tidak sembarangan, harus sekali potong/sekali sayat leher sapi/kerbau dan disakasikan parboru (biasanya borunya) jika pemotongan dilakukan ditempat paranak (ditaruhon jual). Kalau pemotongan ditempat parboru (dialap jual) , paranak sendiri yang menggiring lembu/kerbau itu hidup-hidup ketempat parboru. Daging hewan inilah yang menjadi makanan pokok “ parjuhut” dalam acara adat perkawinan (unjuk itu). Baik acara adat diadakan di tempat paranak atau parboru, makanan/juhut itu tetap paranak yang membawa /mempersembahkan.


Kalau makanan tanpa namargoar bukan makanan adat tetapi makanan rambingan biar bagaimanpun enak dan banyaknya jenis makananannya itu. Sebaliknya “namargoar/tudu- tudu sipanagnaon” tanpa “juhutnya” bukan namrgoar tetapi “namargoar rambingan” yang dibeli dari pasar. Kalau hal ini terjadi di tempat paranak bermakna “paranak” telah melecehkan parboru, dana kalau ditempat parboru (dialap jula) parboru sendiri yang melecehkan dirinya sendiri. Dari pengamatan hal seperti ini sudah terjadi dua kali di suatu kota, yang menunjukkan betapa tidak dipahami nilai luhur adat itu.


Anggapan acara adat Batak rumit dan bertele-tele adalah keliru, sepanjang ia diselenggarakan sesuai pemahamn dan nilai luhur adat itu sendiri. Ia menajdi rumit dan bertele-tele karena diselenggrakan sesuai pamaham atau seleranya.


Urutan Kegiatan


Gambar Nama-nama Bagian Hewan Sapi/Kerbau (Tanda makanan Adat)

Bagian I Pra Nikah


Yang dimaksud dengan pra nikah disini adalah proses yang terjadi sebelum acara adat pernikahan.


A. Perekenalan dan bertunangan

Pernikahan tidak selalu dengan proses ini, khususnya ketika masih masanya Siti Nurbaya.


B. Patua Hata

Terjemahannya menyampaikan secara resmi kepada orang tua perempuan hubungan muda mudi dan akan dilanjutkan ke tingkat perkawinan. Dengan bahasa umum, melamar secara resmi.


C. Marhori-hori dinding

Membicarakan secara tidak resmi oleh utusan kedua belah pihak menyangkut rencana pernikahan tersebut.

D. Marhusip

Arti harafiahnya adalah berbisik. Maksudnya kelanjutan pembicaraan angka III tetapi sudah oleh utusan resmi, bahkan ada kalanya sudah oleh kedua pihak langsung.


E. Pudun Saut

Parajahaon/ Pengesahan kesepakatan di Marhusip di tonga managajana acara yang dihadiri dalihan na tolu dan suhi ampang na opat masing-masing pihak. Disini pihak Paranak/Pria sudah membawa makanan adat/makanan namargoar.

Catatan: Aslinya dikatakan “Marhata Sinamot” dimana pembicaraan langsung tanpa didahului marhusip.


Yang pokok dibicarakan dalam acara adat Pudun Saut anatara lain adalah:

1. Sinamot

2. Ulos

3. Parjuhut dan Jambar

4. Alap Jual atau Taruhon Jual)

5. Jumlah undananga

6. Tanggal dan tempat pemberkatan

7. Tatacara ( ulaon unjuk )


(Selengkapnya lihat dalam Pedoman Pudun Saut)


Bagian II Unjuk Atau Acara Adat Pernikahan


Acara ini diselenggarakan setelah acara pernikahan secara agama sesuai yang diatur dalam UU untuk itu.


A Beberapa Pengertian Pokok Dalam Adat Perkawinan


1. Suhut , kedua pihak yang punya hajatan

2. Parboru, orang tua pengenten perempuan=Bona ni hasuhuton

3. Paranak, orang tua pengenten Pria= Suhut Bolon

4. Suhut Bolahan amak : Suhut yang menjadi tuan rumah dimana acara adat di selenggarakan

5. Suhut naniambangan, suhut yang datang

6. Hula-hula, saudara laki-laki dari isteri masing-masing suhut

7. Dongan Tubu, semua saudara laki masing-masing suhut ( Raja Manurung dan Raja Panjaitan )

8. Boru, semua yang isterinya semarga dengan marga kedua suhut ( boru Manurung dan boru Panjaitan )

9. Dongan sahuta, arti harafiah “teman sekampung” semua yang tinggal dalam huta/kampung komunitas (daerah tertentu) yang sama paradaton/solupnya

10. Ale-ale, sahabat yang diundang bukan berdasarkan garis persaudaraan (kekerabatan atau silsilah)

11. Uduran, rombongan masing-masing suhut, maupun rombongan masing-masing hula-hulanya

12. Raja Parhata (RP), Protokol (PR) atau Juru Bicara (JB) masing-masing suhut, juru bicara yang ditetapkan masing-masing pihak.

13. Namargoar, Tanda Makanan Adat , bagian-bagian tubuh hewan yang dipotong yang menandakan makanan adat itu adalah dari satu hewan (lembu/kerbau) yang utuh, yang nantinya dibagikan

14. Jambar, namargoar yang dibagikan kepada yang berhak, sebagai legitimasi dan fungsi keberadaannya dalan acara adat itu

15. Dalihan Na Tolu (DNT), terjemahan harafiah”Tungku Nan Tiga” satu sistim kekerabatan dan way of life masyarakat Adat Batak

16. Solup, takaran beras dari bambu yang dipakai sebagai analogi paradaton, yang bermakna dihuta imana acara adat batak diadakan solup/paradaton dari huta itulah yang dipakai sebagai rujukan, atau disebut dengan hukum tradisi “sidapot solup do na ro

B Prosesi Masuk Tempat Acara Adat (Contoh Acara di Tempat Perempuan)

Raja Parhata/Protokol Pihak Perempuan (PRW), Raja Parhata/Protokol Pihak Laki-laki (PRP), Suhut Pihak Wanita (SW), dan Suhut Pihak Pria (SP).

I. PRW meminta semua dongan tubu/semaraganya bersiap untuk menyambut dan menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang.

II. PRW memberi tahu kepada Hula-hula, bahwa SP sudah siap menyambut dan menerima kedatangan Hula-hula.


III. Setelah hula-hula mengatakan mereka sudah siap untuk masuk, PRW mempersilakan masuk dengan menyebut satu persatu, hula-hula dan tulangnya secara berurutan sesuai urutan rombongan masuk nanti: dimulai dari Hula-hula.


1.Hula-hula, ……

2.Tulang, …….

3.Bona Tulang, …..

4.Tulang Rorobot, …..

5.Bonaniari, ……

6.Hula-hula namarhahamaranggi: a…, b…., c…., dst

7.Hula-hula anak manjae, ….. ,

dengan permintaan agar mereka bersam-sama masuk dan menyerahkan pengaturan selanjutnya kepada hula-hula Yang pertama di panggil/ dijouhon


IV. PR Hulahula, menyampaikan kepada rombongan hula-hula dan tulang yang sudah disebutkan PRW pada III , bahwa SW sudah siap menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang dengan permintaan agar uduran Hula-hula dan Tulang memasuki tempat acara , secara bersama-sama. Untuk itu diatur urut-urutan uduran (rombongan) hula-hula dan tulang yang akan memasuki ruangan. Uduran yang pertama adalah Hula-hula,……, diikuti TULANG …….sesuai urut-urutan yang disebut kan PR W pada III.


V. Menerima Kedatangan Suhut Paranak (SP)


Setelah seluruh rombongan hula-hula dan tulang dari SW duduk (acara IV), rombongan Paranak/SP dipersilakan memasuki ruangan.


1. PRW, memberitahu bahwa tempat untuk SP dan uduran/rombongannya sudah disediakan dan SW sudah siap menerima kedatangan mereka beserta Hula-hula , Tulang SP dan uduran/rombongannya.


2. PRP menyampaikan kepada dongan tubu Batubara, bahwa sudah ada permintaan dari Tobing agar mereka memasuki ruangan.


Kepada hula-hula dan tulang (disebutkan satu persatu) yaitu:


1. Hula-hula, ….

2. Tulang, …..

3. Bona Tulang, ….

4. Tulang Rorobot, …..

5. Bonaniari , …..

6. Hula-hula namarhaha-maranggi: a…, b…., c…., dst

7. Hula-hula anak manjae…..

PRP memohon, sesuai permintaan hula-hula SW agar mereka masuk bersama-sama dengan SP. Untuk itu tatacara dan urutan memasuki ruangan diatur, pertama adalah Uduran/rombongan SP dan Borunya, disusul Hula-hula….., Tulang…..dan seterusnya sesuai urut-urutan yang telah dibacPanjaitan(Dibacakan sekali lagi kalau sudah mulai masuk).

C Menyerahkan Tanda Makanan Adat


(Tudu-tudu Ni Sipanaganon)


Tanda makanan adat yang pokok adalah: kepala utuh, leher (tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba) , pangkal paha (soit), punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung ditempatkan dalam baskom/ember besar. Letak tanda makanan adat itu dalam tubuh hewan dapat dilihat dalam gambar.


Gambar Nama Jambar/Tanda Makanan Adat

(Bagin Tubuh Hewan Lembu atau Kerbau)


Tanda makanan adat diserahkan SP beserta Isteri didampingi saudara yang lain dipandu PRP, diserahkan kepada SW dengan bahasa adat, yang intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun makanan yang dibawa itu sedikit/ala kadarnya semoga ia tetap membawa manfaat dan berkat jasmani dan rohani hula-hula SW dan semua yang menyantap nya, sambil menyebut bahasa adat : Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna, tung so sadia (otik) pe naung pinatupa i, sai godangma pinasuna.

D Menyerahkan Dengke/Ikan Oleh SW


Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis “ihan” atau ikan Batak, sejenis ikan yang hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di air yang jernih (tio) dan kalau berenang/berjalan selalu beriringan (mudur-udur) , karena itu disebut ; dengke sitio-tio, dengke si mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan selalu beriringan/berjalan beriringan bersama).


Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan).


Tetapi sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas sudah biasa digunakan. Ikan Masa ini dimasak khasa Batak yang disebut “naniarsik” ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam daging ikan itu.


E Makan Bersama


Sebelum bersantap makan, terlebih dahulu berdoa dari suhut Pria (SP) , karena pada dasarnya SP yang membawa makanan itu walaupun acara adatnya di tempat SW.


Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan adat) dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat:


Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna

Tung, sosadiape napinatupa on, sai godangma pinasuna.


Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan (Batubara), dengan mengatakan walaupun makanan yang dihidangkan tidak seberapa (pada hal hewan yang diptong yang menjadi santapan adalah hewan lembu atau kerbau yang utuh), tetapi mengharapkan agar semua dapat menikmatinya serta membawa berkat. Kemudian PRP mempersilakan bersantap.

F Membagi Jambar/Tanda Makanan Adat


Biasanya sebelum jambar dibagi, terlebih dahulu dirundingkan bagian-bagian mana yang diberikan SW kepada SP. Tetapi, yang dianut dalam acara adat yaitu Solup Batam, yang disebut dengan “JAMBAR MANGIHUT”dimana jambar sudah dibicarakan sebelumnya dan dalam acara adatnya (unjuk) SW tinggal memberikan bagian jambar untuk SP sebagai ulu ni dengke mulak. Selanjutnya masing masing suhut membagikannya kepada masing-masing fungsi dari pihaknya masing-masing saat makan sampai selesai dibagikan.

G Manajalo Tumpak (Sumbangan Tanda Kasih)


Arti harafiah tumpak adalah sumbangan bentuk uang, tetapi melihat keberadaan masing-masing dalam acara adat mungkin istilah yang lebih tepat adalah tanda kasih. Yang memberikan tumpak adalah undangan SUHUT PRIA, yang diantarkan ketempat SUHUT duduk dengan memasukkannya dalam baskom yang disediakan/ ditempatkan dihadapan SUHUT, sambil menyalami pengenten dan SUHUT.


Setelah selesai santap makan, PRP meminta ijin kepada PRW agar mereke diberi waktu untuk menerima para undangan mereka untuk mengantarkan tumpak (tanda kasih).


Setelah PRW mempersilakan, PRP menyampai kan kepada dongan tubu, boru/bere dan undangannya bahwa SP sudah siap menerima kedatangan mereka untuk mengantar tumpak.


Setelah selesai PRP mengucapkan terima kasih atas pemberian tanda kasih dari para undangannya.


H Acara Percakapan Adat


I. Mempersiapkan Percakapan:


1. RPW menanyakan Batubara apakah sudah siap memulai percakapan, yang dijawab oleh SP, mereka sudah siap.


2. Masing-masing PRW dan PRP menyampaikan kepada pihaknya dan hula-hula serta tulangnya bahwa percakapan adat akan dimulai, dan memohon kepada hula-hulanya agar berkenan memberi nasehat kepada mereka dalam percakapan adat nanti.


II. Memulai Percakapan (Pinggan Panungkunan)


Pinggan Panungkunan, adalah piring yang didalamnya ada beras, sirih, sepotong daging (tanggo-tanggo) dan uang 4 lembar. Piring dengan isinya ini adalah sarana dan simbol untuk memulai percakapan adat.


1. PRP meminta seorang borunya mengantar Pinggan Panungkunan itu kepada PRW.


2. PRW, menyampaikan telah menerima Pinggan Panungkunan dengan menjelaskan apa arti semua isi yang ada dalam beras itu. Kemudian PRW mengambil 3 lembar uang itu, dan kemudian meminta salah seorang borunya untuk mengantar piring itu kembali kepada PRP.


3. PRW membuka percakapan dengan memulainya dengan penjelasan makna dari tiap isi pinggan panungkunan (beras, sirih, daging dan uang), kemudian menanyakan kepada Batubara makna tanda dan makanan adat yang sudah dibawa dan dihidangkan oleh pihak Batubara.


4. Akhir dari pembukaan percakapan ini, keluarga Manurung mengatakan bahwa makanan dan minuman pertanda pengucapan syukur karena berada dalam keadaan sehat, dan tujuannya adalah menyerahkan kekurangan sinamot , dilanjutkan adat yang terkait dengan pernikahan anak mereka.

III. Penyerahan Panggohi/Kekurangan Sinamot

1. Dalam percakapan selanjutnya, setelah PRW meminta PRP menguraikan apa/berapa yang mau mereka serahkan , PRP memberi tahukan kekurangan sinamot yang akan mereka serahkan adalah sebsar Rp…Juta, menggenapi seluruh sinamot Rp….Juta. (Pada waktu acara Pudun Saut, Manurung sudah menyerahkan Rp 15 juta sebagai bohi sinamot (mendahulukan sebagian penyerahan sinamot di acara adat na gok).


2. Sebelum PR Panjaitan mengiakan lebih dulu RP= RAJA PARHATA meminta nasehat dari Hula-hula dan pendapat dari boru Panjaitan.


3. Sesudah diiakan oleh PR Panjaitan, selanjutnya penyerahan kekurangan sinamot kepada suhut oleh Manurung.


IV. Penyerahan Panandaion


Tujuan acara ini memperkenalkan keluarga pihak perempuan agar keluarga pihak pria mengenal siapa saja kerabat pihak perempuan sambil memberikan uang kepada yang bersangkutan.


Secara simbolis, yang diberikan langsung hanya kepada 4 orang saja, yang disebut dengan patodoan atau “suhi ampang na opat” ( 4 kaki dudukan/pemikul bakul) yang merupakan symbol pilar jadinya acara adat itu. Dengan demikian biarpun hanya yang empat itu yang dikenal/menerima langsung, sudah mewakili menerima semuanya. (Mungkin dapat dianalogikan dengan pemberian tanda penghargaan massal kepada pegawai PNS yang diwakili 4 orang, masing-masing 1 orang dari tiap golongan I sampai golongan IV).


Kepada yang lain diberikan dalam satu envelope saja yang nanti akan dibagikan Panjaitan kepada yangdituju V. Penyerahan Tintin Marangkup


Diberikan kepada tulang /paman penganten pria (saudara laki ibu penganten pria). Yang menyerahkan adalah orang tua penganten perempuan berupa uang dari bagian sinamot itu.


Secara tradisi penganten pria mengambil boru tulangnya untuk isterinya, sehingga yang menerima sinamot seharusnya tulangnya.


Dengan diterimanya sebagian sinamot itu oleh Tulang Pengenten Pria yang disebut titin marangkup, maka Tulang Pria mengaku penganten wanita, isteri ponakannya ini, sudah dianggapnya sebagai boru/putrinya sendiri walaupun itu boru dari marga lain.


VI. Penyerahan/Pemberian Ulos oleh Pihak Perempuan


Dalam Adat Batak tradisi lama atau religi lama, ulos merupakan sarana penting bagi hula-hula, untuk menyatakan atau menyalurkan sahala atau berkatnya kepada borunya, disamping ikan, beras dan kata-kata berkat. Pada waktu pembuatannya ulos dianggap sudah mempunyai “kuasa”. Karena itu, pemberian ulos, baik yang memberi maupun yang menerimanya tidak sembarang orang , harus mempunyai alur tertentu, antara lain adalah dari Hula-hula kepada borunya, orang tua kepada anank-anaknya. Dengan pemahaman iman yang dianut sekarang, ulos tidak mempunyai nilai magis lagi sehingga ia sebagai simbol dalam pelaksaan acara adat.

Ujung dari ulos selalu banyak rambunya sehingga disebut “ulos siganjang/sigodang rambu”(Rambu, benang di ujung ulos yang dibiarkan terurai).


Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut:


Ulos Namarhadohoan


Keterangan Yang Menerima:


A Kepada Paranak 1. Pasamot/Pansamot Orang tua pengenten pria 2. Hela Pengenten


B Partodoan/Suhi Ampang Naopat 1. Pamarai Kakak/Adek dari ayah pengenten pria 2. Simanggokkon Kakak/Adek dari pengenten pria 3. Namborunya Saudra perempuan dari ayah pengenten pria 4. Sihunti Ampang Kakak/Adek perempuan dari pengenten pria

Ulos Kepada Pengenten


Keterangan Yang Mangulosi:


A Dari Parboru/Partodoan 1. Pamarai 1 lembar, wajib Kakak/Adek dari ayah pengenten wanita 2. Simandokkon Kakak/Adek laki-laki dari pengenten wanita 3. Namborunya (Parorot) Iboto dari ayah pengenten wanita 4. Pariban Kakak/Adek dari pengenten wanita


B Hula-hula dan Tulang Parboru 1. Hula-hula 1 lembar, wajib 2. Tulang 1 lembar, wajib 3. Bona Tulang 1 lembar, wajib 4. Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib


C Hula-hula dan Tulang Paranak

1. Hula-hula 1 lembar, wajib 2. Tulang 1 lembar, wajib 3. Bona Tulang 1 lembar, wajib 4. Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib

Catatan:


1. Hula-hula namarhahamaranggi dohot hula-hula anak manjae ndang ingkon ulos tanda holong nasida boi ma nian bentuk hepeng, songon na pinatorang. Songoni angka na asing na marholong ni roha.


2. Keruwetan yang terjadi karena undangan pihak permpuan merasa uloslah yang mejadi tanda holong/tanda kasih sehingga harus mengulosi, pada hal sesuai pemahamn pemebri ulos yang tidak sembarangan, ulos yang diberikan itu artinya sam dengan kado/tanda kasih bentuk lain baik barang atau uang, tidak ada nilai adat/sakralnya lagi.


VII. Mangujungi Ulaon (Menyimpulkan Acara Adat)


1. Manggabei (kata-kata doa dan restu) dari pihak SW

Berupa kata-kata pengucapan syukur kepada Tuhan bahwa acara adat sudah terselenggara dengan baik:

a. Ucapan terima kasih kepada dongan tubu dan hula-hulanya

b. Permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru diberkati demikian juga orang tua pengenten dan saudara Batubara yang lainnya


2. Mangampu (ucapan terima kasih) dari pihak SP

Ucapan terima kasih kepada semua pihak baik kepada hula-hula SW maupun kepada SP atas terselenggaranya acara adat nagok ini.


Catatan:


Dalam marhata gabe-gabe dan mangampu, RP masing-masing biasanya memberi kesempatan kepada Hula-hula dan boru/ber masing-masing turut menyampaikan beberapa kata sesuai fungsinya baru SUHUT sebagai penutup.


Disini tidak pada tempatnya memberi nasehat kepada pengenten panjang lebar, tetapi senentiasa permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru itu menjadi rumahtangga yang diberkati.


3. Mangolopkon (Mengamenkan) oleh Tua-tua/yang dituakan di Kampung itu

Kedua suhut Manurung dan Panjaitan, menyediakan piring yang diisi beras dan uang ( biasanya ratusan lembar pecahan Rp1.000 yang baru) kemudian diserahkan kepada Raja Huta yang mau mangolopkon Raja Huta berdiri sambil mengangkat piring yang berisi beras dan uang olop-olop itu. Dengan terlebih dahulu menyampaikan kata-kata ucapan Puji Syukur kepada Tuhan Karen kasih-Nya cara adat rampung dalam suasan dami (sonang so haribo-riboan) serta restu dan harapan kemudian diahiri, dengan mengucapkan : olop olop, olop olop, olop olop sambil menabur kan beras keatas dan kemudian membagikan uang olop-olop itu.


4. Ditutup dengan doa / ucapan syukur

Akhirnya acara adat ditutup dengan doa oleh Hamba Tuhan. Sesudah amin, sama-sama mengucapkan: horas ! horas ! horas !


5. Bersalaman untuk pulang, suhut na niambangan Manurung menyalami Suhut Tobing

Bagian III Paska Pernikahan


Ada tradisi lama (tidak semua melakukannya) setelah acara adat nagok , ada lagi acara yang disebut paulak une/mebat dan maningkir tangga.


Acara ini dilakukan setelah penganten menjalani kehidupan sebagai suami isteri biasanya sesudah 7-14 hari (sesudah robo-roboan) yang sebenarnya tidak wajib lagi dan tidak ada kaitannya dengan acara keabsahan perkawinan adat na gok. Acara dimaksud adalah:


I. Paulak Une

Suami isteri dan utusan pihak pria dengan muda mudi (panaruhon) mengunjungi rumah mertu/orang tuanya dengan membawa lampet ( lampet dari tepung beras dibungkus 2 daun bersilang). Menurut tradisi jika pihak pria tidak berkenan dengan pernikahan itu (karena perilaku) atau sang wanita bukan boru ni raja lagi, si perempuan bisa ditinggalkan di rumah orang tua perempuan itu.


II. Maningkir Tangga. (Arti harafiah “Menilik Tangga”)

Pihak orang tua perempuan menjenguk rumah (tangga anaknya) yang biasanya masih satu rumah dengan orang tuanya.


Catatan:


Sekarang ini ada yang melaksanakan acara paulak une dan maningkir tangga langsung setelah acara adat ditempat acara adat dilakukan, yang mereka namakan “Ulaon Sadari” . Acara ini sangat keliru, karena disamping tidak ada maknanya seperti dijelaskan diatas, tetapi juga menambah waktu dan biaya ( ikan & lampet dan makanan namargoar) dan terkesan main-main / melecehkan makna adat itu.


Karena itu diharapkan acara seperti ini jangan diadakan lagi dengan alasan:


1. Dari pemahaman iman, rumah tangga yang sudah diberkati tidak bisa bercerai lagi dengan alasan yang disebut dalam pengertian Paulak Une, dan pemahaman adat itu dilakukan setelah penganten mengalami kehidupan sebagai suami isteri.


2. Terkesan main-main, hanya tukar menukar tandok berisi makananan , sementara tempat Paulak Une dan Maningkir Tangga yang seharusnya di rumah kedua belah pihak. Artinya saling mengunjungi rumah satu sama lain, diadakan di gedung pertemuan , pura-pura saling mengunjungi, yang tidak sesuai dengan makna dan arti paulak une dan maningkir tangga itu.


3. Menghemat waktu dan biaya, tidak perlu lagi harus menyediakan makanan namargoar (paranak) dan dengke dengan lampetnya (parboru).


4. Acara itu tidak harus diadakan dan tidak ada hubungannya dengan keabsahan acara adat nagok perkawinan saat ini.


5. Acara Paulak Une dan Maningkir Tangga diadakan atau tidak, diserahkan saja kepada kedua SUHUT karena acara ini adalah acara pribadi mereka, biarlah merek mengatur sendiri kapan mereka saling mengunjungi rumah.


#mohon dikoreksi apabila ada kesalaha..Mauliate!Horas..
untuk langsung  membuat komentarnya ....
horas horas horas....

Tentang Nairasaon mulai dari si Raja Batak

On ma Tarombo ni Nairasaon mulai sian si RAJA BATAK .

RAJA BATAK >>
1. GURU TATEA BULAN
2. RAJA ISUMBAON
3. TOGA LAUT

(2) RAJA ISUMBAON >>
1. TUAN SORIMANGARAJA
2. RAJA ASI-ASI
3. SANGKAR SOMALIDANG

(1) TUAN SORIMANGARAJA >>
1. TUAN SORBADIJULU (NAI AMBATON )
2. TUAN SORBADIJAE ( NAI RASAON )
3. TUAN SORBADIBANUA ( NAI SUANON )

(2) TUAN SORBADIJAE >>
1. RAJA MANGARERAK
2. RAJA MANGATUR

(1) RAJA MANGARERAK >>
MANURUNG >>
a. HUTAGURGUR
b. HUTAGAOL
c. SIMANORONI

(2) RAJA MANGATUR >>
1. SITORUS
2. SIRAIT
3. BUTARBUTAR

(1) SITORUS >>
a. PANE
b. DORI
c. BOLTOK

(2) SIRAIT >>
a. SIAHAAN
b. SIAGIAN
c. NALOMLOMAN

(3) BUTARBUTAR >>
a. SIMANANDUK
b. HUTAGORAT
c. SIMANANTI

Catatan : (>>) artinya : anaknya

Karena Raja Mangarerak dan Raja Mangatur lahir dalam satu balutan jadi tidak jelas siapa yang si abangan dan si adek.
Ibunya (Nai Rasaon/Siboru Biding Laut) karena tidak bisa membedakan keduanya, sering memanggil secara bersamaan walaupun yang dipanggil cuma seorang. Contohnya untuk memanggil si MANGATUR dia memanggil “ MANGATUR MANGARERAK” demikian juga memanggil yang lainnya, sehingga sampai saat ini ada persepsi yang mengatakan bahwa kakek moyang Manurung adalah RAJA MANGATUR, sedangkan Sitorus, Sirait dan Butarbutar juga mengakui RAJA MANGATUR sebagai kakek moyangnya.

Ada juga yang mengatakan bahwa bahwa Nairasaon itu adalah anaknya Datu Pejel, dan anak Datu Pejel adalah Raja Mangarerak. Yang saya tau dari berbagai nara sumber adalah : Nairasaon itu adalah panggilan kepada isteri kedua Tuan Sorimangaraja yang semasa gadisnya bernama SIBORU BIDING LAUT.
Dari perkawinan mereka memperoleh anak yang diberi nama si RASAON, si Rasaon ini suka berguru ilmu kesaktian dan pengobatan sehingga banyak orang yang berhasil disembuhkan, karena itulah dia digelari dengan DATU PEJEL.
Setelah kawin dengan boru tulangnya, diapun diberi gelar TUAN SORBADIJAE. Pemberian gelar kepada kepala rumah tangga baru adalah hal yang lazim, dan sampai saat ini masih berlaku di daerah Tapanuli Selatan.

Dengan penjelasan itu jelaslah bahwa : NARASAON (bukan Nai Rasaon) adalah orang yang sama dengan nama DATU PEJEL dan juga dengan nama TUAN SORBADIJAE.
Demikian penjelasan sedikit, semoga bermanfaat. Perbedaan pendapat boleh terjadi tetapi jangan menjadi pemecah persatuan diantara keturunan NARASAON.

Beberapa macam" ulos batak dan Fungsinya

Ornamen sebuah ulos disebut Gorga dan Motifnya disebut Ragi. Walaupun secara terpisah ada maca-macam motif dalam selembar ulos, tetapi ada bagian yang merupakan cirri lain utamanya yang menjadi pembeda dari ulos dan itulah yang menjadi tema ulos sekaligus namanya. Beberapa jenis ulos menurut tema atau motif ornament antara lain:

Ulos Ragidup ...

1. Ulos Jugia... See more 2. Ulos Ragi Hotang 3. Ulos Sibolang 4. Ulos Mangiring 5. Ulos Bintang Maratur 6. Ulos Jungkit 7. Ulos Sadum 8. Ulos Rujat

1. Ulos Ragidup Ulos ini dapat dipakai untuk berbagai keperluan pada upacara duka cita maupun upacara suka cita. Pada jaman dahulu dipakai juga untuk "Mangupa Tondi" (mengukuhkan semangat) seorang anak yang baru lahir. Ulos ini juga dipakai oleh suhut si habolonan (tuan rumah). Ini yang membedakannya dengan suhut yang lain, yang dalam versi "Dalihan Na Tolu" disebut dongan Tubu.

2. Ulos Jugia Ulos ini disebut juga "ulos naso rapipot atau pinunsaan". Yang biasanya dipakai bapak-bapak. Jenis ulos ini menurut keyakinan Orang Batak tidak dapat dipakai oleh sembarangan orang, kecuali orang yang sudah Saurmatua yaitu semua anaknya laki-laki dan perempuan yang sudah kawin dan punya anak.

3. Ulos Ragi Hotang Dahulu Ulos ini pernah diberikan kepada pengantin sebagai ulos hela, yang dimaksudkan agar ikatan lahir batin pengantin dapat teguh seperti ikatan hotang (rotan), tetapi belakangan ini ulos ini telah banyak kita lihat gunakan sebagai "Ulos Hotang". Ulos ini dapat juga diberikan pada acara mangupa-upa atau pesta lain yang gembira ria.

4. Ulos Sibolang Ulos ini dapat dipakai untuk acara duka cita atau suka cita. Untuk acara duka cita dipilih yang warna hitamnya dan banyak dipakai untuk ulos saur matua, ulos sampe-sampe dalam upacara perkawinan, ulos ini biasanya dipakai sebagai tutup ni ampang dan bias disandang sebagai "hande hande".

5. Ulos Mangiring Ulos ini mempunyai corak/ ragi yang saling iring-beriring, yang melambangkan kesuburan dan kesepakatan. Sering diberikan orang tua kepada cucunya, sebagai Ulos Parompa agar kelak adik-adiknya beriringan anak laki-laki dan anak perempuan.

6. Ulos Bintang Maratur Ragi/ corak Ulos ini menggambarkan jejeran bintang yang beraturan, menggambarkan orang yang patuh, tekun, setia dan seia sekata atau ikatan kekeluargaan. Dalam kehidupan sehari-hari, mula-mula memberikan sehari-hari, mula mula memberikan ulos ini sebagai "Ulos Mula Gabe" kepada borunya yang melahirkan anaknya yang pertama yang menunjukkan kasih saying orang tua kepada borunya.

7. Ulos Jungkit Ulos ini jenis ulos "Nanidongdang" atau ulos paradu (permata). Dahulu ulos ini dipakai oleh para anak gadis dan keluarga Raja-raja untuk hoba-hoba yang dipakai hingga dada. Juga dipakai pada waktu menerima tamu pembesar atau pada waktu kawin.

8. Ulos Sadum Ulos ini pernuh dengan warna warni yang ceria hingga sangat cocok dipakai untuk suasana suka cita. Begitu indahnya ulos sedum ini sehingga sering dipakai sebagai kenang-kenangan kepada pejabat pejabat atau tamu istimewa.

9 . Ulos ini biasanya dipakai oleh raja/ orang kaya atau orang terpandang sebagai ulos "edang-edang" (dipakai pada waktu pergi ke undangan). Ulos ini diberikan kepada penganten oleh keluarga terdejat menurut versi (tohonan) dalihan na tolu diluar hasuhutan bolon, Ulos ini juga dapat diberikan pada waktu "mangupa-upa" dalam acara pesta gembira (ulaon silas ni roha)

#Mohon dikoreksi apabila terjadi kesalahan..Mauliate.Horas......

Selasa, 31 Januari 2012

postingan pertama

Hello teman-teman blogger, ini merupakan postingan pertama saya di blog ini
dengan catatan- catatan pribadi saya dan juga artikel_artikel anggap bermampaat untuk di baca